Baru-baru ini Mukesh Jagtiani dinobatkan sebagai orang terkaya di kawasan negara-negara Teluk.Yang menarik dia bukanlah keturunan Arab (yang sering diidentikan sebagai orang kaya) melainkan keturunan India yang keluarganya pindah ke Timur Tengah (Kuwait) sekitar tahun 1960-an demi masa depan yang lebih baik.
Setelah menyelesaikan SMA di Kuwait, Jagtiani dikirim ayahnya untuk sekolah ke London, Inggris. Sayangnya tak lama kemudian ia drop-out. Mungkin karena kebiasaan buruknya merokok dan mabuk-mabukkan. Untuk menyambung hidup ia bekerja sebagai tukang bersih-bersih kamar hotel dan sopir taksi.
Tak tahan dengan kondisi itu, tahun 1972 Jagtiani pulang ke Kuwait. Kepulangannya disambut kakaknya yang sakit-sakitan. Padahal sang kakak, Mahesh, sedang mengembangkan bisnis di Bahrain. Untuk membantu penyembuhan kakaknya yang terkena penyakit leukemia, orangtuanya pindah ke Bahrain. Sayangnya, nyawa Mahesh tak tertolong. Yang lebih mengenaskan, kedua orangtua Jagtiani terpukul atas kematian Mahesh. Tak lama kemudian ayah dan ibunya menyusul Mahesh ke alam baka. Tak sampai setahun Jagtiani jadi sebatang kara. Saat itu usianya baru 21 tahun. Masa depannya makin tak jelas karena ia tak punya keterampilan memadai.
Untuk menyambung hidup, ia sempat berpikir untuk pulang ke India dan menjadi relawan. Namun niatnya berubah. Ia tahu kakaknya masih memiliki hak sewa ruangan kecil di Bahrain yang semula akan dijadikan outlet penjualan peralatan bayi dari sebuah jariangan franchise asal Inggris. Namun karena keburu sakit, izin franchise-nya belum diurus. Selain itu, dia juga punya uang peninggalan keluarganya dengan total 6.000 dolar AS.
Dengan modal itu ia membuka toko eceran seperti rencana kakaknya namun dengan nama yang berbeda, Babyshop. Ia beli perlengkapan bayi yang ia jual ke para ekspatriat yang bekerja di Bahrain.
Kemudian pasarnya ia lebarkan pada para imigran India dan Pakistan yang bekerja di sana. Ia mempekerjakan satu orang untuk memulai bisnisnya ini. Untuk menarik minat pembeli, ia taruh pendorong bayi (strollers) di atas tokonya. Ternyata meski tanpa pengalaman namun mau belajar dan mencoba, pengelolaan bisnis ritelnya terus berkembang.
"Ritel bukanlah ilmu roket (melesat cepat)," katanya. Ia mengaku, mengelola bisnis ritel seperti seorang ibu yang baru punya bayi, bekerja 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu.
Namun dengan sikap seperti itu pelan-pelan bisnisnya berkembang.Lelaki kelahiran 15 Agustus 1952 ini sukses mengelola kerajaan ritelnya bernama Landmark Groupdari sebuah toko alat-alat keperluan bayi di Bahrain menjadi jaringan ritel di 15 negara dengan 900-an toko saat ini. Karyawannya dari satu menjadi 31.000 orang. Ia sendiri dinobatkan sebagai orang terkaya kawasan Teluk dengan kekayaan mencapai 2,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 25 triliun. Dilihat dari modal awal sebesar 6.000 dolar AS (sekitar Rp 3,6 juta, kurs saat itu) hingga menjadi Rp 25 triliun dalam waktu 37 tahun, sungguh merupakan pendakian yang tinggi. Luar biasa!!