Seorang teman pernah bercerita tentang pertemuan pertamanya dengan seorang calon partner bisnisnya yang belum lama dikenalnya. Sahabat itu menjelaskan pertemuan itu dengan sistematis, lengkap dengan bahasa tubuh pendukung kisahnya itu. Ia bilang, calon rekan bisnisnya itu berpenampilan sangat menarik, berwajah simpatik, berbusana rapi, wangi dan tutur katanya lancar, teratur serta terstruktur. Semuanya mendapatkan grade A menurut sohib saya itu.
Namun, kerja sama bisnis itu akhirnya tidak jadi ditandatangani oleh kedua belah pihak. Pasalnya, menurut teman saya, calon rekan bisnisnya itu menunjukkan gerak-gerik mata yang kurang bersahabat dan penuh misteri. Mata itu beralih dari satu obyek ke obyek lainnya dalam tempo yang terlalu cepat. Fokus menjadi melebar kemana-mana. Hal ini menyebabkan apresiasi terhadap lawan bicara menjadi rendah. Saking rendahnya, menyebabkan pendengarnya menjadi merasa diabaikan. Inilah mengapa ia berujung pada kesan kurang bersahabat bagi teman saya itu.
Kesan itu ternyata tidak berhenti disana. Mata yang liar itu menurut interpretasi rekan saya itu menunjukkan ada sesuatu yang tidak tenang di dalam diri calon rekan bisnisnya. Ada sesuatu yang ditutupi dengan ujaran kata-katanya yang teratur dan terstruktur itu. Di balik semua itu, mata sebagai jendela hati tidak mampu menahan gejolak nurani yang terus menghantam dinding pertahanan hati yang menyimpan sejuta misteri itu. Akhirnya, melalui celah hati yang paling dalam, terdoronglah lahar penuh rahasia itu menjadi dinamisator penggerak liarnya sepasang mata sang calon rekan bisnis itu. Disinilah letak penilaian hakiki yang akhirnya menyebabkan deal bisnis itu batal karena 'mata.'
Kontak mata (eye contact) merupakan hal yang sangat penting dalam komunikasi. Seperti kisah teman di atas, tatapan mata ini jauh lebih dapat dipercaya daripada segala ujaran yang disampaikan oleh seorang komunikator. Tatapan mata yang tulus, jujur dan bersahabat akan memuluskan jalannya peluncuran kata-kata dari bibir si penuturnya. Oleh karena itu, seorang komunikator harus melatih matanya saat komunikasi sedang berlangsung. Tatapan lembut, hangat, sopan dan terfokus harus tetap dipertahankan. Harus diingat bahwa tatapan mata tidak boleh diarahkan kepada satu obyek wajah lebih dari 5 detik. Karena durasi tatapan yang lama itu akan berubah menjadi teror!
Tambahan lagi, tatapan mata ini tidak boleh melampaui batas kewajaran yang boleh dilihat. Karena selain daripada membuat obyek yang ditatap menjadi risih, kesan negatif dan porno juga akan dialamatkan kepada si penatapnya. Karenanya, aturlah jangkauan mata agar tidak terlalu melebar saat menatap lawan bicara.
Sejatinya, dari pergerakan bola mata dapat dibaca dengan jelas suasana hati seorang pelanggan. Pelanggan yang serius akan lebih fokus dan tenang pergerakan matanya saat menanyakan sesuatu. Seolah-olah mata itu juga ingin 'mendengar' penjelasan yang diberikan oleh para penjual produknya. Mata itu biasanya akan diarahkan ke satu titik jika memang niat bertransaksi untuk produk itu menjadi tujuannya. Sebaliknya, mata yang liar dengan kedipan dan gerakan yang lebih cepat menandakan ketidakseriusan pemiliknya. Apa lagi jika mata itu berkali-kali dialihkan pada hal-hal lain yang tidak relevan dengan penjelasan. Berita buruk pun sudah mengintai. Sikapilah dengan jiwa besar: orang jenis ini hanya iseng semata. Seindah apa pun kata-katanya. Percayailah ‘kata-kata' matanya sebagaimana sebuah pepatah Jerman telah ingatkan: it is better to trust the eyes rather than the ears. Lebih baik memercayai mata daripada telinga.
Karenanya, biarkanlah mata Anda bicara dengan tulus, jujur dan terukur, niscaya praktik itu akan menuai persahabatan lebih abadi dan pelanggan lebih setia!