contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Senin, 14 Juni 2010

Jam istirahat belajar tiba. Setelah memesan es cendol, Winda duduk di bangku pojok kantin. Diletakkannya setumpuk fotokopian Fisika yang bakal diujikan siang itu. Dahinya sedikit berkerut. Gawat! Bahan belum selesai dipelajarinya. Pengennya sih pasrah, tapi masa dia nyerah gitu aja sebelum tes. Sayang sesaat kemudian, Nina mengusik perhatiannya dengan memamerkan sesuatu di tangannya.
"Astaga, Nin! Bagus banget liontinnya?" seru Winda heboh. Matanya seketika membesar.
"Aduh, jangan histeris gitu dong. Anak-anak jadi pada ngeliatin kita nih," balas Nina risih.
Sedikit tersentak, Winda refleks menutup mulutnya. Dia sampe nggak sadar volume suaranya tadi sudah melebihi batas.
"Ini dari Alvin," cetus Nina lagi. Dengan santai dia menyendokkan sesuap nasi soto ke mulutnya. Ada nada bangga dalam suaranya. Apa lagi saat diliriknya Winda yang segera meminta dan menimang-nimang liontin berinisial A&N itu untuk diteliti.
"Tapi kamu nggak ulang tahun kan? Lagipula beberapa hari yang lalu dia barusan ngasih kamu boneka beruang yang besar banget," tanya Winda heran.
"Ah, kamu!" Nina tertawa. "Tahu sendiri sifat Alvin itu kan? Dia rajin memberikan sesuatu kapan pun dia mau."
"Pantes!" Winda balas memandang Nina dengan tatapan iri. "Kamu beruntung banget, Nin."
Alvin dan Nina belum lama jadian. Perfect couple, begitu kata orang kebanyakan. Yang cowok cakep, sedangkan yang cewek cantik. Dan sepertinya, Alvin juga tahu banget bagaimana memperlakukan seorang cewek bak putri raja, bikin sirik banyak orang yang melihatnya.
Coba kalo Tomi seperti Alvin, sambungnya dalam hati. Udah keren, pinter, murah hati, romantis pula. Kurang apa lagi coba.
Ugh, Winda menghela napas dalam-dalam. Ada yang mengetuk-ngetuk perasaannya. Entah sudah yang keberapa kali dalam dua minggu terakhir, dia jadi cenderung membanding-bandingkan Tomi dengan Alvin.
Pertemuan hati antara Winda dan Tomi sebenernya sudah berlangsung setahun lebih. Awalnya mereka cuma berteman baik. Karena sering hangout bareng di sekolah, orang-orang di sekitar mulai meledek mereka pacaran. Dimulai dari temen-temen sekelas, kemudian menyebar hampir tak terkecuali ke seluruh penghuni sekolah. Bahkan Pak Udin, satpam sekolah pun tahu gosip mereka pacaran. Buktinya kalo Winda datang terlambat, Pak Udin suka nyeletukin.
Winda sebenernya tengsin diledekin terus, tapi lambat laun rasa sebelnya hilang. Dia bahkan mulai merasa ada sesuatu yang lain. Sampai-sampai menjelang mau tidur, rasanya sulit banget buat mejemin mata gara-gara mikirin doi melulu. Padahal Tomi nggak cakep-cakep amat.
Bisa jadi Winda kesengsem sama sikap pemalu cowok itu yang berbeda dengan kebanyakan fans-fansnya yang lain. Juga kesabarannya ngajarin Winda pelajaran yang nggak dia mengerti, terutama Fisika yang bikin mati kutu. Sebagai top student, tidak sulit baginya untuk membantu Winda. Terbukti sejak Tomi ikut mengajari, nilai-nilai Winda yang tadinya amburadul pun terdongkrak dengan sukses.
Dan rasa suka yang terselip di hatinya itu nggak bertepuk sebelah tangan. Suatu hari Tomi sungguh-sungguh meminta Winda untuk jadi pacarnya. Bagi Tomi, Winda adalah first love -nya walaupun bagi Winda, bukan. Mungkin gara-gara itulah, Winda mengganggap Tomi terkadang nggak tahu gimana caranya memperlakukan cewek. Sikapnya memang baik. Cuma kok nggak ada tuh, berjuta rasa jatuh cinta yang bikin panas dingin. Yah, wajar kan namanya orang pacaran punya angan-angan kalo pasangannya romantis. Bukannya datar-datar aja kayak sekarang.
Winda menelan rasa kecewanya. Gimana caranya biar kamu ngerti, Tom?

***

Byur! Kepala Winda serasa diguyur seember air sejuk. Boring dan kantuk yang tadi menyerang mendadak pupus. Begitu Pak Harris menghilang di balik pintu, Winda langsung melesat keluar kelas. Bebas merdeka.
Matahari bersinar menyilaukan. Winda berjalan cepat, menyelinap di antara hiruk pikuk orang yang berbicara sambil berlalu lalang. Setengah tergopoh Tomi menyeret langkahnya di samping Winda.
"Kamu jalannya cepet banget sih, Win. Kayak dikejer setan." Cowok itu menarik napas sambil terengah. Ranselnya hampir melorot.
"Ada apa sih?" balas Winda galak. Dengan perasaan dongkol, dia menghentikan langkahnya.
"Win, kamu nggak apa-apa?" tanya Tomi lagi. Nggak biasanya Winda ketus begini.
"Aku baik-baik aja. Terima kasih atas perhatiannya." Winda tersenyum sumbang. Tangannya menyeka dua butir keringat di keningnya, lalu dia mengipasi wajahnya sebentar.
"Tapi kenapa cemberut aja? Feeling-ku mengatakan, kamu sedang menghindari aku."
"Iya, itu karena kamu nggak romantis," suara Winda meninggi.
"Lho, kok bisa?"
Winda terdiam sebentar. Haruskah dia mengutarakannya?
"Kamu nggak pernah ngasih aku bunga," desis Winda akhirnya dengan bibir ditekuk.
Dengan senyum simpul, Tomi menatap wajah Winda. Dia ngerti, cewek ini lagi ngambek rupanya.
"Aku nggak tahu mau beli bunga di mana, Win. Kalau memang suka, kamu kan bisa kasih tahu kalo papasan dengan penjual bunga saat kita jalan bareng. Nanti aku beliin."
Winda mendelik. Tomi nggak nangkep maksudnya. Dia mengharapkan sekali-sekali cowok itu bakal kasih kejutan yang romantis, gitu lho.
"Kita juga jarang banget gandengan tangan kalo lagi jalan bareng," sambung Winda.
"Kan kamu bisa duluan menggandeng tanganku kalo mau. Ada lagi?"
Ada! batin Winda gondok setengah mati. Tapi dia malu untuk mengutarakannya. Masakan
sudah pacaran setahun begini, dia belum pernah di-kiss. Bukan. Bukan kiss yang sering kamu lihat di film-film Barat yang sampe disensor gitu. Cium pipi aja gak pernah! Winda jadi ragu, sebenernya mereka pacaran apa bukan sih?
"Sikapmu aneh! Kalo memang pengen sesuatu, ngomong dong yang jelas. Masa kamu mengharapkan aku membaca pikiranmu?" balas Tomi melihat Winda diam membisu.
"Apa kamu nggak pernah merasa kurang perhatian? Lihat aja, berapa kali kita pulang sekolah sama-sama? Berapa kali kamu ngebatalin kencan kita gara-gara...." Tiba-tiba Winda menghentikan ucapannya.
"Gara-gara apa?"
Gara-gara buku, lanjut Winda dalam hati. Dia jadi cemburu sama buku, nih. Tomi kerjaannya belajar melulu. Kalo udah ketemu buku bagus aja, bisa buyar deh semua rencana. Dasar cowok nerd!
"Pokoknya kamu nggak romantis. Aku nggak suka cowok yang nggak romantis!"

***

Senin sore. Jam menunjukkan pukul lima.
Winda lagi duduk-duduk di beranda rumahnya. Cuaca mendung dengan awan gelap yang berarak mengumpul kian dekat. Sepertinya hujan akan segera turun.
Apa yang sedang dilakukan Tomi sekarang? Sudah seminggu sejak pertengkaran di halte tempo hari, Winda nyuekin dia. Sengaja bikin jarak. Kalo cowok itu datang, Winda buru-buru cabut dan pura-pura nggak melihatnya. Bodo amat, males ngeladeninnya!
Toh, sejak tiga hari belakangan, Tomi malah sama sekali tak menghubunginya.
Sebenernya Winda kangen juga dengan Tomi. Sepi rasanya sendirian. Ingin sekali Winda mencubit lengannya dan mengganggu dia lagi dengan menggambari buku pelajarannya dengan gambar-gambar hati. Atau menulisi nama mereka berdua di sana sampai Tomi mencak-mencak kesal. Tapi dia hanya bisa memendam semua itu dalam hati. Tomi pasti lagi asik belajar di rumah, seperti biasa.
Pucuk dicinta ulam tiba.
Sebuah ketukan di pintu pagar membuyarkan semuanya. Berbarengan dengan hal itu, hujan tiba-tiba turun deras sekali. Cowok dalam lamunannya kini sudah ada di depan. Rambut dan kaos yang dikenakannya sebagian basah kuyup, keburu tersiram air hujan karena menunggu Winda yang lama banget buka pintunya karena mencari payung dulu.
"Halo, Win."
"Halo juga."
"Apa kabar?"
"Baik...."
"Lama ya kita nggak ngobrol...."
"Iya..."
"Aku nggak suka dengan keadaan begini. Rasanya tersiksa sekali," kata Tomi pelan.
Winda jadi tertegun mendengarnya. Cowok itu tampak kuyu.
"Apa kamu sudah bosan pacaran dengan aku?"
Winda menggeleng perlahan.
"Aku... aku nggak sanggup rasanya bermusuhan dengan kamu." Tangan Tomi terulur kaku hendak mengusap rambut Winda.
Deg! Seperti bermimpi rasanya. Betapa Winda sangat merindukan belaian hangat seperti ini. Ada denting lembut yang seakan menggema. Entah kenapa, kekecewaannya yang menggunung tiba-tiba jadi menguap.
"Mungkin aku nggak romantis seperti dalam angan-anganmu, Win. Aku cuma berpendapat, pacaran kan nggak cuma dimaknai dengan hal-hal seperti beli bunga, candlelight dinner, atau clubbing bareng. Kita bisa mengisi kebersamaan kita dalam pacaran dengan hal-hal yang berguna. Tolong jangan meragukanku. Aku sayang kamu, Win. Sayang banget.... Tentu aku berharap cinta kita bisa tulus dan awet," katanya lagi.
Winda menatap mata Tomi. Tampak kesungguhan yang sangat di sana. Ah, cowok itu sebetulnya baik! Dia juga nggak centil, nggak tebar pesona melulu ke cewek lain. Bukankah seharusnya Winda bersyukur?
"Kamu mau kan memulainya lagi bersamaku? Aku janji mau ngebagi waktu aku lebih dengan kamu."
Winda tak menjawab. Juga tak menolak ketika Tomi meraih jemarinya dan dibawa ke dalam genggamannya. Ah, apalah artinya bunga yang bisa layu termakan waktu. Kedatangan cowok itu, dan ketulusan hatinya jauh lebih berarti. Ada suatu keyakinan menyapa Winda bahwa garis cintanya mulai terluruskan kini.
"Aku juga sayang kamu, Tom." Air mata Winda merebak. Dipeluknya cowok terkasih itu erat. Di luar sana, hujan telah reda. Ada pelangi yang besaaar banget nemenin mereka berdua, seakan menjadi saksi bisu pertautan hati Winda dan Tomi.

1 komentar:

Base Jam ~ Bukan Pujangga

Get more songs & code at www.stafaband.info
1 komentar anda = 1 Backlink
Kapan lagi dapat backlink segampang ini
Keep Comment

Followers

My Award

Photobucket